A. Pengertian
Kurikulum
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan
dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat
mengenai pengertian kurikulum maka secara teoritis agak sulit menentukan satu pengertian
yang dapat merangkum semua pendapat. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai
kurikulum ini tetaplah penting adanya. Berikut ini adalah beberapa pengertian
kurikulum ditinjau dari beberapa sudut pandang.
1. Pengertian
Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan
kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
a. Berlari
cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari
cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
b. Perjalanan,
suatu pengalaman tanda berhenti
c. Lapangan
perlombaan, gelanggang, jalan
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat itu
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai
dari start sampai finish untuk memperoleh medali at
au penghargaan.
au penghargaan.
2. Pengertian
Kurikulum Secara Tradisional
Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan
dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk
juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa kurikulum
dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang mencakup
pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah
kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan
kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat”
tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang
diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian
Kurikulum Secara Modern
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam
bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha
sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun
diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum
adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan
kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa
atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan
bahwa kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana
dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Pengertian
Kurikulum Dari Berbagai Ahli
George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A
Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in
given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap
sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan
bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the
guidance of teachers.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid
Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:
a. Kurikulum
sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b. Kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan
waktu.
c. Kurikulum
sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
d. Kurikulum
sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya
perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum
menjadi enam bagian :
a. kurikulum
sebagai ide;
b. kurikulum
formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum;
c. kurikulum
menurut persepsi pengajar;
d. kurikulum
operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
e. kurikulum
experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
f. kurikulum
yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana
dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum,
dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang
tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan
iman dan takwa;
b. Peningkatan
akhlak mulia;
c. Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman
potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan
dunia kerja;
g. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika
perkembangan global;
j. Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan
kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan
masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi
dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan
permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan.
B. Kurikulum
Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat
unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur
tersebut dengan lingkungan.”
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan
kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara
konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling
tergantung satu sama lainnya”.
Dari ketiga pendapat di atas, satu makna yang bisa di ambil,
yaitu komponen yang mempunyai fungsi masing-masing. Seperti yang kita tahu,
kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan
dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan
menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum
sebagai suatu system.
Ada beberapa ahli mengemukakan tentang komponen-komponen
yang ada di dalam kurikulum, yakni :
1. Herrick
(1950 dalam Taba, 1962:425), mengemukakan 4 elemen kurikulum, yakni Tujuan,
Mata pelajaran, Metode dan Organisasi, dan evaluasi.
2. Zais
(1976:295) mengatakan empat komponen dasar kurikulum, antara lain (1) aims,
goals, and objective, (2) content, (3) Learning activities, (4) evaluations
3. Nana Sy.
Sukmadinata (1988:110) mengemukakan empat komponen kurikulum, yaitu tujuan, isi
atau materi, proses atau system penyampaian, serta evaluasi
C. Landasan
Kurikulum
Dalam buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan
setidaknya mempunyai makna berikut:
1. Landasan
adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun sebuah bangunan.
2. Landasan
adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat
bagi pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Landasan
adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah teruji , yang yang dipergunakan
sebagai titik tolak dalam menyusun konsep, pelaksanaan konsep dan evaluasi
konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lan.das.an n] (1) alas;
bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dr besi); (2) lapangan terbang:
pesawat kami mendarat di ~ dng selamat; (3) ki dasar; tumpuan: ~ hukum negara
kita ialah Pancasila dan UUD 45.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary
of Current English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan
sebagai berikut: “Foundation … that on which an idea or belief rest; an
underlying principle‟s as the foundations of religious belief; the basis or
starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau
kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya
seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat
diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi
sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat
penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung
yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa
angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan
rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar
pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang
akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh
pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu : Landasan Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis
dan landasan Organisatoris.
1. Landasan
Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat
itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“.
Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai
cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu
tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang
sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang
jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran filsafat
yang masing-masing dengan dasar pemikiran sendiri, berikut adalah beberapa
aliran dalam filosofis pendidikan:
a. Aliran
Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual
anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau perennial.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata
pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan
seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat
mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi
yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni
rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk
pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum ini
memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi diperguruan tinggi.
b. Aliran
Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari
dunia supra-natural dari tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat
idealisme.filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi religius.
Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan
membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelangggaran diberi
hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.namun pendidikan
intelektual juga sangat diutamakan dengan menetukan satandar mutu yang tinggi.
c. Aliran
Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri.
Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu
kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian
ilmiah.
d. Aliran
Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau
utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia
berdasarakan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah
tentatif (sementara) dan dapat berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam arti
menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh
bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan secara
fungsional dalam memecahkan masalah.
e. Aliran
Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai aktor dalam
menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual
dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan
menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri,
merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anaka
aggar menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang
lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara
bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi,
buku wajib, dll dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri,
menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya
mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
2. Landasan
Psikologis
a. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap
pengembangan kurikulum yaitu:
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
bakat, minat dan kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya
umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan
pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping
menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang
nersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan
untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat
tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan
yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi
Belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya
dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun yaitu:
1) Teori
Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah
memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing
memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir daya
mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya
lainnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih
peserta didik dalam daya- daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan
dan latihan.
2) Teori
Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori
Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement
(Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa
individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan
oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori
Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi.
Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan
upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori
Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih
bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari
bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan
hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini
dijalin oleh stimulus dan respon.
3. Landasan
Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai
gejala sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial
atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam
suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang
telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus
dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang
berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam
pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat
perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam
pengembangan kurikulum.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap
pengembangan kurikulum dalam masyrakat, antara lain ;
a. Kebutuhan
masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka
ragam. Oleh karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga
terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan
masyarakat.
b. Perubahan
dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu
berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam
masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya
pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
c. Tri
pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat
pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu
mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat
berperan sebagai pusat pendidikan.
4. Landasan
Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional.
Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum
yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah(separated subject
curriculum)
b. Kurikulum
yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan(Correlated
curriculum)
c. Kurikulum
yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran(integrated
curriculum)
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan
empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2)
psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan
tersebut.
1. Landasan
Filosofis
2. Landasan
Psikologis
3. Landasan
Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia
yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui
pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang
terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah
seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan
sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
4. Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat
yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang
tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat
sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D. Prinsip
Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan
pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang
akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan
prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi
kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan
prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan
lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan
dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata
(1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke
dalam dua kelompok :
1. prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. prinsip-prinsip
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan
pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar
mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan
prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip
relevansi;
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip
fleksibilitas;
Yaitu dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.
3. Prinsip
kontinuitas;
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara
vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip
efisiensi;
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip
efektivitas;
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah
tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan
yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus
dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan
dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan
utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut
saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di
sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Terdapat empat landasan kurikulum yang dapat di jadikan
patokan, anatara lain landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosiologis dan landasan organisatoris. Selain itu terdapat pula landasan sosial
budaya dan landasan ilmu teknologi.
Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan
prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan
kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas,
kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu puka
dengan kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan
agar tiap sekolah atau lembag pendidikan pendidikan menerapkan suatu sisten
kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, karena sesuai
dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya pihakpengembang
kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena
itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Buku Ajar Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : UNJ
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum:
Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/
http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html
No comments:
Post a Comment